14 Juli 2008

apa ya judulnya?

Saat masih kuliah tingkat pertama dan diperkenalkan pada teori-teori psikologi kepribadian, saya bingung tentang manakah kelak teori yang saya pakai sebagai dasar pemikiran saya. Saya mempelajari semuanya dan berusaha memahami semuanya. Menurut saya tidak ada satu teori pun yang saya rasakan kurang benar. Para pencetusnya memandang manusia dari sudut mereka sendiri. Membandingkannya dengan teori yang sudah mapan.
Freud mengatakan ada ID, ego dan superego. Ada alam sadar, pra sadar dan tidak sadar. Ada tahap psiko seksual seperti oral, anal, phalic, laten dan genital.
Teori aliran behavioristik memang benar-benar telah memperlihatkan jika lingkungan dan tingkah laku manusia dipengaruhi oleh bagaimana dia merespon yang baik dan benar. Ada proses belajar disana. Apakah dia mampu mempelajari yang seharusnya dilakukan atau dia malah mempelajari hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
Aliran Humanis mengajak kita untuk melihat manusia sebagai individu dan melihat manusia apa adanya. Tanpa topeng-topeng atau pulasan yang seringnya membuat kita tidak melihat yang sebenarnya ada. Namun, masyarakat saat ini akan cenderung melihat seorang individu sesuai fungsinya dimasyarakat, apakah dia direktur, kepala sekolah, pejabat dan lain sebagainya. Ada beberapa proses yang harus kita lakukan untuk “menelanjangi” seseorang dari atribut kemasyarakatnnya.
Psikoanalisis yang dibawa oleh Freud juga melihat manusia dari diri manusia itu sendiri. Tapi, dia memperihatkan bahwa ada sesuatu yang lain yang sangat berpengaruh pada tingkah laku manusia selain keadaan sadarnya, yaitu hal-hal yang tidak disadari. Hal- hal yang tidak disadari itu sebenarnya pernah menjadi hal dalam kesadaran yang mungkin karena suatu peristiwa tertentu tersimpan ke alam bawah sadar dan baru akan muncul jika ada suatu stimulus tertentu yang berkenaan dengan hal tersebut.
Ketika id berbenturan dengan superego dan ego pun tidak dapat menjadi penengah diantaranya, maka hal tersebut akan ditekan menuju alam bawah sadarnya. Sehingga, sebenarnya hal tersebut tidak benar-benar hilang.
Ada seseorang yang terlihat tenang diluar dan mengendalikan semuanya dengan baik dari luar, ternyata memiliki alam bawah sadar yang penuh dengan peristiwa-peristiwa yang dia tekan karena tidak sesuai dengan lingkungan sosialnya, atau mengalami penolakan dari alam sadar.
Sering disebut sebagai fenomena gunung es. Yang tampak dipermukaan hanyalah puncak yang kecil. Tapi, kalau kita menyelam, maka akan kita temukan permukaan yang lebih luas dan besar.
Salah satu kolega Freud, C.G Jung-yang mengembangkan teorinya berdasarkan teori Freud, memberikan konsep tentang persona. Persona adalah “Topeng” yang kita pakai saat kita berada di ruang publik kita. Dulu saya sangat yakin kalau saya itu tidak bertopeng. Saya benar-benar menjadi apa adanya diri saya dan tidak pernah menunjukkan hal selain diri saya. Tapi, keyakinan itu runtuh seiring berjalannya waktu serta pengetahuan yang semakin bertambah. Saya sering “berdiskusi” dengan diri saya dan juga teman saya, sehingga akhirnya mencapai kesimpulan kalau saya ini memang “bertopeng”. Tak peduli dimanapun itu. Memang saya juga memperlihatkan diri saya yang sebenarnya kepada keluarga dan teman dekat. Tapi, saya yang “sebenarnya” hanya akan diterima dengan baik oleh saya sendiri. Tidak oleh teman, masyarakat atau bahkan keluarga dan orang tua sendiri.
Penyebabnya bisa jadi adalah norma, hukum dan adat kebiasaan. Apa yang baik dan tidak. Apa yang boleh dan tidak dan apa yang selayaknya dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Manusia diciptakan sebaik-baiknya oleh Tuhan. Diciptakan dengan sisi baik dan buruk yang menjadikan manusia itu unik. Ada yin dan ada yang. Ada wanita dan pria. Semuanya diciptakan berpasangan. Namun, perilaku yang cenderung negatif tidak akan diterima oleh masyarakat. Hal itu tentu saja demi menjaga ketertiban kehidupan. Maka, jika seseorang memperlihatkan sisi dia yang buruk--sisi dia sebenarnya, maka dia akan dianggap berbeda dari lingkungannya. Akan dianggap abnormal. Dia akan ditolak dari sekitarnya. Saat itulah dia bertopeng, melakukan apa yang harus dia lakukan dan akan diterima oleh lingkungannya. Sisi burukknya itu akan dia tekan menuju alam bawah sadarnya. Dia berkata pada diri sendiri bahwa hal itu tidak baik, itu buruk dan tidak diperbolehkan oleh masyarakat.
Semua aliran psikologi akan kurang lengkap rasanya tanpa membahas alam tak sadar itu. Kita mungkin berusaha menerima apa adanya diri seseorang dari sisi humanis. Tanpa topeng. Tapi, saya yakin jauh didalam alam bawah sadarnya ada hal-hal yang membuat dia bertingkah laku seperti saat ini. Dan juga tidak hanya dari proses trial dan error saja seperti yang dikatakan kaum behavioris.
Mungkin contoh diatas tidak bisa mewakilkan semua pembahasan kasus-kasus psikologi. Dan argumen ini pun tidak bersifat mutlak. Pembaca boleh setuju boleh tidak dengan argumentasi saya diatas. Karena inti dari semua ini adalah pembelajaran untuk “melihat” ke sisi lain dari hal yang ada di hadapan anda :D

2 komentar:

Nia Janiar mengatakan...

Pengennya aku mendukung humanis, yang mana kalo kita setia sama aneks, pasti harus mendukung sama humanistik. Huehue. Tapi rasanya teori itu terlalu sempurna ya. Kita harus melihat dan menerima orang apa adanya, yang mana benar2 gak mungkin. Huehue.

Tapi teori paling asyik menurut aku sih Jung. Soalnya dia membahas ketidaksadaran berdasarkan spiritual dan budaya sih, lebih kaya dari Freud.

Boleh Baca mengatakan...

entahlah...yang pasti, tanpa menggali unsur ketidaksadaran, kayaknya gak asik,
jung..mmmm....gak terlalu nge-fans juga...
nti ku bikin teori sendiri deh...
hehehehehe